SURABAYA - Dewan Pendidikan kota Surabaya menilai, pelarangan siswi hamil ikut ujian nasional (UN) salah momentum. Pasalnya, pelarangan itu tanpa memperhatikan infrastruktur yang ada sehingga menimbulkan kesan diskriminatif.
Menurut Ketua II Dewan Pendidikan Kota Surabaya Isa Anshori, seharusnya sebelum mengeluarkan pelarangan tersebut, pihak dinas pendidikan melakukan perbaikan sejumlah infrastruktur.
"Pemberian infrastruktur yang layak belum dilakukan. Artinya, persiapan-persiapan menuju ke sana juga belum ada," kata Isa kepada okezone, Kamis (12/4/2012).
Isa menjelaskan, beberapa persiapan itu contohnya terkait kurikulum yang mencegah siswa-siswi berbuat asusila. Substansi pembelajaran juga harus dilakukan, di samping melakukan pembelajaran secara formal. "Misalnya melalui pembelajaran kesehatan alat reproduksi, bagaimana menjaga diri dengan orang-orang yang dikenal melalui dunia maya, dan juga moralitas," jelasnya.
Sebab, berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah Surabaya, siswi hamil bukan hanya akibat kesalahan pribadi atau oknum, ettapi juga sistem pendidikan. Isa menjelaskan, dari penelitian tahun lalu terlihat, 45 persen pelajar di Surabaya memiliki persepsi hubungan seks di luar nikah adalah boleh. Kemudian, 14 persen pelajar di Surabaya yang sudah pernah melakukan hubungan seks di luar nikah.
"Kalau muncul angka satu persen bisa disebut oknum. Tapi yang muncul adalah 14 persen. Berarti ada kesalahan sistem di sini," sebutnya.
Berbicara soal pelarangan siswi hamil ini, kata Isa, bisa dilihat sebagai niat baik untuk mencegah tindak asusila.
"Persoalan ini lebih pada moral. Tentunya tidak ada relevasinya ukuran moral dijadikan sebagai penentu. Yang jelas pelarangan itu sah-sah saja tapi infrastrukturnya harus dipersiapkan dengan matang," tukasnya.
Referensi by: http://okezone.com
Artikel Terkait :
0 comments:
Post a Comment